Sabtu, 25 Juni 2011

knock knock

Dia datang dan mengetuk pintu rumahku...

Saat aku sedang duduk di atas genteng rumah, menatap langit kelabu

Aku mendengar ketukannya..

Awalnya aku tak ingin membukanya, mengingat hari kemarin, seseorang datang dan juga mengetuk pintu rumahku, namun pergi dengan meninggalkan serpihan guci kesayanganku, yang baru saja dipecahkannya...

“tak sengaja” katanya...

Ku biarkan dia terus mengetuk...

Sampai akhirnya aku coba melangkahkan kakiku dan malangkah turun, lalu dengan lambat menuju pintu rumah...


Aku menengok ke luar lewat jendela

Tertegun sejenak...

Sosok yang aku kenal, tidak begitu kenal, tapi aku tau...

Berkali-kali aku memegang gagang pintu untuk membukanya, namun tidak jadi juga

Masih ragu... iya ragu..masih tidak ingin membuka pintu ini,

Sampai akhirnya, aku masuk ke kamarku, beberapa jam kemudian, aku kembali ke pintu rumahku dan kembali melirik lewat jendela..

Dia masih ada, sedang terduduk di depan pintu rumahku,

Masih tetap ku biarkan.


Hari esok pun datang, dan dia juga kembali datang, lalu kembali mengetuk

Hari esoknya lagi, dia masih tetap mengetuk...


Esoknya pun demikian...


Sampai dihari berikutnya, aku melihatnya lagi, lewat jendela rumahku, tersenyum kecil mendengar ketukan itu lagi..

Lalu memutuskan untuk membuka pintu rumahku,

Aku melihatnya tersenyum, dan aku membalas senyumannya,

“bolehkah aku masuk??” tanyanya.

Agak lama ku jawab, aku menarik nafas panjang dan menghembuskannya, lalu ku jawab dengan anggukan.


Dia masuk ke ruang tamu rumahku, dan kupersilahkan dia duduk. Kami berbincang sebentar, kemudian matanya tertuju kepada beberapa potong pecahan guci yang masih ku letakkan diatas meja, disudut ruang tamu.

“kenapa gucinya pecah?” tanyanya.

Aku hanya tersenyum sambil menengok ke arah guci itu.

“boleh aku lihat?” tanyanya lagi. Aku memperbolehkannya dan dia segera berjalan menuju guci itu. Mengambil bagian demi bagian yang pecah dan dia mencoba mencocokan dengan menyusunnya satu demi satu.

Aku hanya berdiri menatap pecahan guci itu lalu kemudian, air mata menetes di pipiku.

“Guci kesayanganmu ya?” tanyanya.

“iya” jawabku sambil menghapus air mata yang baru saja menetes itu.

“Kenapa tidak diperbaiki?”

“Aku ga bisa, aku ga tau gimana caranya,” jawabku. Dia hanya menganggukan kepalanya.


Beberapa saat kemudian dia berpamitan pulang dan meninggalkan aku serta pecahan guci itu.

Aku menghembuskan nafas panjang dan menatap kepergiannya.

Aku tau, pasti akan berakhir seperti ini, dia tidak akan datang lagi.

Sama seperti dulu...


Namun, keesokan harinya

“Knock..knock..knock...”

Ada suara ketukan pintu

Dengan langkah yang lambat aku berjalan menuju pintu, mengintip dari jendela, dan ternyata mendapati dia datang lagi...

Dengan keheranan aku membuka pintu, dan melihat senyumannya.

Aku persilahkan dia masuk, dan dia tidak segera duduk !!

Dia malah menuju pecahan-pecahan guci itu, dan membuka tasnya lalu mengambil perlengkapan untuk memperbaiki guci yang pecah itu.

Aku hanya terdiam dan makin keheranan melihat apa yang sedang dia lakukan.

Setelah ia selesai merangkai guci itu kembali,ia membersihkannya dengan sebuah kain lalu meletakkannya dengan rapi kembali diatas meja.

Ia menatapku dengan senyuman yang lebar.

“tidak begitu bagus seperti semula,tapi jadi terlihat lebih baik dibanding melihatnya hanya berbentuk pecahan..” dia kembali tersenyum, dan kali ini aku membalas senyumannya.

“makasih ya...” kataku.

“sebenarnya, diawal aku ragu untuk membuka pintu rumahku saat pertama kali kamu datang dan mengetuknya...dulu, dulu skali... aku pernah melihatmu dan berharap kamu datang,tapi ternyata ga datang-datang juga. Aku malah melihat kamu memasuki rumah orang lain, dan kemudian orang lain juga yang datang ke sini dan dengan gampangnya aku ijinkan dia masuk, lalu akhirnya ini yang terjadi, dia malah memecahkan guci itu dan pergi dengan tidak memperbaikinya...”

Dia hanya tersenyum dan kemudian meninggalkan rumahku...


Keesokan harinya, aku kembali mendengar...

“knock..knock..knock...”

Kali ini aku segera berlari menuju pintu rumah dan tidak lagi mengintip lewat jendela, namun langsung membukanya.

Aku mendapati dia lagi, masih dengan senyumannya yang lebar...

“maaf ya, aku pernah melewati rumah ini, aku salah. Padahal seharusnya rumah inilah yang aku tuju...”

Aku tersenyum...

“sekarang, aku datang lagi.... masihkah ada kesempatan untuk aku boleh masuk lagi kerumah ini, aku janji ga akan pergi lagi..”

Aku hanya bisa tersenyum lagi, lalu berkata “welcome home,...”

20 mei 2011

Winda Vronik

2 komentar: